Sepi sekali di sini tidak
ada suara riuh teman sekamar, yang ada hanya di temani suara kicauan burung. Di
balik jendela sana yang ku lihat hijaunya lapangan rumput, gedung sekolah dan
jejeran rumah warga sekitar. Di balik jendela ini ku mampu menatap ke luar sana
meski di jauh sana bertendeng gedung gedung pencakar langit yang hampir rata ku
lihat ke jauh sana, disanalah gedung itu berada. Bila dibandingkan pepohonan dan
banguna rumah yang ku lihat saat ini sungguh bangunan tembok itulah yang
mendominasi pandangan ke dua bola mata ini. sedangkan pepohonan? Hanya ada beberapa
dan mungkin iapun terancam untuk segera di tebang.
Tanpa ada suara teriakan,
tanpa ada suara yang berjalan, dan tanpa ada suara keceriaan. Sepertinya
penghuni asrama sedang pulang untuk melepas penat selama seminggu belajar atau
mungkin mereka sedang asyik di kamar masing masing atau bahkan mereka sedang
mencari udara segar keluar dengan hiasan awan mendung yang ku yakin sebentar
lagi hujan itu akan turun membasahi bumi di sini.
Kicauan burung itu kini
pergi entah kemana, samar samar ku dengar kicauan itu yang semakin lama semakin
jauh. Ah burung, sesekali ku lihat engkau terbang mengepakan sayapmu bersama
kawan kawan rombongan mu. Tidak kah kau lihat aku yang di sini yang
memperhatikan mu dna mendengarakan kicauan mu. Aku bersyukur masih ada kicauan mu
yang menghiasai ruang telinga ini yang di saat semua telah berubah menjadi deru
suara mesin tetapi engkau masih bertahan untuk terus berkicau dan mengatakan
pada dunia bahwa populasimu masih bertahan, dan mungkin kau berharap pohon
pohon itu agar tetap berdiri kokoh sebagai tempat tinggal mu dna keturunanmu
selanjutnya. Akupun berharap seprti itu agar keberadanmu tetap terjaga meski
mesin pemotong kayu menjadi musuh terbesarmu.
Hai burung, katakan pada
kelompok mu bahwa mereka akan baik baik saja selama pohon itu tidka di ganggu
oleh tangan mansuai. Dan terabnglah engkau dengan tinggi untuk melihat seluruh
bagian bumi. Di san amasih banyak pohon pohon yang akan menyelamatkan mu.
Engkau tak perlu takut manusia akan menebang pohonsebagai rumahmu tapi takutlah
engkau bila dengan sendirinya pohon itu tumbang karena hantaman angin yang
besar.
Tahukah engkau apa yang
seharusnya di lakukan manusia agar semua selamat termasuk keberadaanmu? Mungkin
kicauan mu menjelaskan kepada kami manusia sebagai bukti engkau memberitahu
kami bahwa apa yang harus kami lakukan agar keberadaan mu dan kami sebagai
manusia tetap membaik. Andai saja nabi Sulaiman ada, mungkin ia yang akna
menerjemahkan bahasamu. Sednagkan kami, jangankan bahasa mu yang berbeda jenis
dengan kami. Terkadang kamipun tidak faham dengan bahasa sesama manusia karena
kami terlalu egois memikirkan diri kami masing-masing hingga hilanglah rasa
pengertian kami kepada sesama manusia apaalgi pengertian kami kepadamu yang
berbeda wahai burung.
Komentar
Posting Komentar